AL HABIB MUNZIR AL-MUSAWA

AL HABIB MUNZIR AL-MUSAWA

Rabu, 09 Oktober 2013


PENGERTIAN POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY (PET)-SCAN


Apa itu Positron Emission Tomography (PET) SCAN?
Positron Emission Tomography (PET) Scan merupakan salah satu modalitas kedokteran nuklir, yang untuk pertama kali dikenalkan oleh Brownell dan Sweet pada tahun 1953. Prototipenya telah dibuat pada sekitar tahun 1952, sedangkan alatnya pertama kali dikembangkan di Massachusetts General Hospital, Boston pada tahun 1970. Positron yang merupakan inti kinerja PET pertama kali diperkenalkan oleh PAM Dirac pada akhir tahun 1920-an. PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron. Oleh karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi organ tubuh. Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi tubuh yang lain seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan single photon emission computerized tomography (SPECT).

CT Scan dan MRI hanya mampu mendeteksi kanker terbatas pada aspek anatomi tubuh. Misalnya, CT Scan dan MRI hanya mampu mendekteksi kanker di payudara, kepala, hati, dan sejumlah titik tubuh lainnya. Sedangkan mekanisme kerja organ tubuh yang disebut metabolisme tubuh tidak dapat dipantau oleh CT Scan atau MRI. Sedangkan pada PET-Scan, aspek anatomi dan metabolik sekaligus masuk radar deteksi alat canggih ini. Dimana pun atau kemana pun kanker merambat PET-Scan dapat mendeteksinya. Bahkan kemampuan deteksi alat ini mencakup semua aspek penting tentang kanker seperti jenis, tingkat keganasan (stadium), lokasi, serta cara rambat penyakit mematikan ini.
PET dapat pula digunakan pula untuk menganalisa hasil penanganan kanker yang telah dilakukan. Setelah penanganan kanker melalui operasi perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih ada sisa sisa kanker yang tersisa. Untuk keperluan ini, PET merupakan metode yang paling tepat, karena pada kondisi ini keberadaan kanker sulit dilihat secara fisik. Yang diperlukan adalah melihat keberadaan metabolisme sel kanker. Selain itu, PET dapat pula digunakan untuk melihat kemajuan pengobatan kanker baik dengan chemotherapy maupun radiotherapy. Kemajuan hasil pengobatan kanker dapat diketahui dari perubahan metabolisme di samping perubahan secara fisik. Untuk keperluan ini, kombinasi PET dan CT memberikan informasi yang sangat berharga untuk menentukan tingkat efektivitas pengobatan yang telah dilakukan.

Bagaimana prinsip dan cara kerja PET Scan?
Sel-sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari sel-sel lain. Salah satu karakteristik adalah bahwa sel-sel kanker memerlukan tingkat yang lebih tinggi glukosa untuk energi. Ini adalah langkah-langkah proses biologis PET.  Positron emisi tomografi (PET) membangun sistem pencitraan medis gambar 3D dengan mendeteksi gamma sinar radioaktif yang dikeluarkan saat glukosa (bahan radioaktif)  tertentu disuntikkan ke pasien. Setelah dicerna, gula tersebut diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas yang lebih tinggi / metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada bagian tubuh.

PET-scan dimulai dengan memberikan suntikan FDG (suatu radionuklida glukosa-based) dari jarum suntik ke pasien. Sebagai FDG perjalanan melalui tubuh pasien itu memancarkan radiasi gamma yang terdeteksi oleh kamera gamma, dari mana aktivitas kimia dalam sel dan organ dapat dilihat. Setiap aktivitas kimia abnormal mungkin merupakan tanda bahwa tumor yang hadir.
Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan dari bahan radioaktif bertabrakan dengan elektron dalam jaringan. Tubrukan yang dihasilkan menghasilkan sepasang foton sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah yang berlawanan dan terdeteksi oleh detektor sinar gamma diatur di sekitar pasien.
Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kilau kristal dan ratusan tabung photomultiplier (PMTS) diatur dalam pola melingkar di sekitar pasien. Kilau kristal mengkonversi radiasi gamma ke dalam cahaya yang dideteksi dan diperkuat oleh PMTS.



Gambar 1. Sistem PET





Gambar 2. Cara Kerja PET-Scan



Gambar 3. Hasil Foto PET-Scan




DASAR-DASAR TEKNIK PENCITRAAN MRI  (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)


PENDAHULUAN 
Pencitraan resonansi magnetik atau lazim disebut MRI ( singkatan dari Magnetic Resonance Imaging ) awalnya disebut NMR ( Nuclear Magnetic Resonance). Hal ini disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti atom ( Nucleus ) positif ( proton ) yang berinteraksi dengan gelombang radio dalam medan magnet yang kuat. Namun karena presepsi masyarakat luas yang negatif jika menggunakan istilah “ nuklir “ yang merupakan dampak dari taruma dari penggunaan energi nuklir dalam bidang militer maka NMR tidak dipopulerkan dan diganti menjadi MRI.
Saat ini pemeriksaan MRI berkembang sangat pesat karena selain mampu menyajikan informasi diagnostik dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat non-invasive ( Non-Traumatis ), tidak ada bahaya radiasi ( Radiation Hazard ) serta menyuguhkan gambar – gambar organ dari berbagai irisan ( Multi planar ) tanpa memanipulasi tubuh pasien.


PENGETAHUAN DASAR SISTEM MAGNET
Magnet pertama kali ditemukan di Asia ( Magnesia ) kira-kira 2640 tahun sebelum masehi dan berwujud batu-batu magnet. Oleh karena banyaknya magnit alam tidak seberapa dan demikian juga kekuatan unsur-unsur kemagnitannya yang kecil sekali, maka magnet alam ini tidak banyak digunakan lagi.
Magnet buatan atau magnet artificial dapat dibuat dari baja yang digosok-gosokan dengan batang magnit atau dengan memasukan baja itu kedalam kumparan
yang dialiri arus listrik searah ( DC ). Magnet buatan ada dua macam yaitu magnet tetap ( Permanent Magnet ) dan magnet sementara ( Temporary Magnet ).

HIPOTESIS WEBER
Untuk menerangkan berbagai hal tentang magnet,Weber menyusun hipotesisnya sebagai berikut :
a. Semua magnet terdiri dari atom-atom magnetic yang dinamakan magnet-magnet molekuler atau magnet elementer.
b. Pada benda yang bersifat magnet, magnet-magnet elementer diarahkan sedemikian sehingga kutub-kutub utaranya mengarah ke suatu arah yang sama dan demikian sebaliknya untuk kutub-kutub selatan.
c. Pada benda yang tidak bersifat magnet kedudukan magnet-magnet elementer tidak teratur, tetapi sebagian besar membentuk lingkaran-lingkaran tertutup dimana kutub utara berhadapan dengan kutub selatan sehingga mengadakan keadaan yang seimbang.

HUKUM TOLAK MENOLAK DAN TARIK MENARIK
Lokasi dimana terdapat pengaruh kemagnitan disebut medan magnet. Secara sederhana medan magnet dapat diperlihatkan dengan menabur serbuk besi diatas selembar kertas yang dibawahnya ditaruh batang magnet sehingga tampak garis-garis dengan arah tertentu yang dibentuk oleh serbuk besi tersebut.
Garis-garis ini disebut garis magnet atau garis magnitisme. Garis magnitisme disebut juga garis induksi. Setiap garis ( satu garis ) dinamakan “ Maxwell “ dan jumlah garis yang masuk dan meninggalkan kurub disebut “ Flux Magnet “ ( O ), sedengkan tingkat kerapatan garis gaya magnet tersebut ( induksi magnet )
menunjukan kekuatan medan magnet ( B ) yang ditentukan oleh banyaknya flux magnet dalam suatu luas area tertentu ( A ) sehingga kekuatan medan magnet dapat diformulasikan sebagai berikut :
B= O / A
Satuan untuk mengukur kekuatan medan magnet adalah Weber / m2 atau Tesla.
Kutub-kutub magnet yang senama apabila didekatkan akan tolak menolak, sebaliknya yang tidak senama akan tarik menarik. Menurut hukum coulomb besar gaya tolak menolak dan tarik menarik dua kutub sebanding dengan kekuatan kutub-kutub itu dan berbanding terbalik dengan kuadran jarak kedua kutub tersebut;
K = M1.M2 / D2
K = Gaya tolak / tarik ( dynes )
M1 = kuat kutub pertama dalam satuan kutub utara ( SKU )
M2 = kuat kutub kedua dalam satuan kutub utara ( SKU )
D = jarak antara kedua kutub


SKU adalah kuat kutub magnet yag diletakan sejauh 1 cm dalam kutub lain yang sama kuatnya dan dapat membangkitkan gaya tarik atau tolak sebesar 1 dyne ( 1 gram = 981 dyne ). Banyaknya garis gaya magnet yang dikeluarkan oleh sebuah kutub adalah :
O = 4 M
= 4 ( 3,14 ) M
= 12,57 M
M = Kuat kutub dalam SKU

KEMAGNITAN LISTRIK 
Hubungan antara listrik dan kemagnitan dan listrik adalah bahwa magnet dapat dibuat dengan menggunakan arus listrik sebaliknya tenaga listrik dapat dibangkitkan dengan menggunakan magnet. Orang yang pertama kali melakukan penelitian tentang hubungan tersebut adalah Oersted tahun 1819.
Medan magnet dapat timbuk pada sekitar kawat berbentuk lurus maupun melingkar. Sebuah selonoida adalah kawat penghantar listrik yang digulung menjadi sebuah kimparan panjang. Medan magnet yang sitimbulkan oleh suatu kumparan yang dialiri listrik lebih kuat daripada medan magnet yang ditimbulkan oleh sebuah lingkaran saja. Bila didalam kumparan itu ditempatkan inti besi lunak, maka kemagnetannya jauh lebih besar lagi.
Susunan kumparan dari inti besi lunak itu disebut “ elektromagnet “ . keuntungan elektromagnet adalah :
1. Dengan mengambil jumlah lilitan yang banyak dan arus yang kuat dapat diperoleh kemagnetan yang kuat sekali.
2. Bila arus diputus, sifat kemagnitan dapat hilang sama sekali.
3. Kekuatan magnetnya dapat diubah ubah dengan mengubah kuat arusnya.
4. Cara menyimpannya tidak memerlukan apa-apa seperti halnya dengan magnet permanen.
5. Kedua kutubnya dapat ditukar.
Solenoida adalah suatu lilitan kawat atau kumparan yang rapat. Jika solenoida menggunakan teras udara, maka besarnya medan magnet pada pusat dan ujung solenoida adalah sebagai berikut :
B pada pusat solenoida adalah : UO . i . n

Diketahui UO = K . 4
Jika K adalah suatu ketetapan bernilai 10-7 weber / meter ampere
Maka UO = 4 10-7 weber / meter ampere. Jika n = N/ I maka :
B = UO . i . N/L

Dimana : n = jumlah lilitan tiap satuan panjang
I = panjang lilitan
N = jumlah lilitan
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Apabila solenoida dilengkungkan maka sumbunya membentuk sebuah lingkaran yang disebut “ toroida “. Berikut gambar solenoida ( A ) dan toroida ( B ).

SEJARAH MRI
Penemuan MRI tidak muncul secara tiba-tiba akan tetapi melalui perkembangan ilmu yang mendukung terwujudnya teknologi MRI. Terdapat serentetan nama yang memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkannya.
Mendeleyev dan Mayer tahun 1869 menyusun unsur-unsur atom dengan sistem periodiknya. Eniest Rutherford, Neils Bohr dan James Chud pada tahun 1911 berjasa dalam teori tentang struktur atom. Kemudian Felix Block dan Edward Purcell keduanya menerima hadiah nobel di bidang fisika pada tahun 1952 mengungkapkan perilaku inti atom seperti sebuah magnet kecil, yang dapat melakukan spin dan precessing dengan berlandaskan pada rumus larmor ( akan dibahas ) yang merupaka
dasar utam terciptanya MRI. Tahun 1960 seorang ahli fisika yang dapat dianggap palinh berjasa dalam pengembangan MRI adalah Raymond Damadian telah melakukan rentetan penelitian dan mampu membedakan jaringan- jaringan tumor ganas dan jaringan normal. Disusul kemudian tahun 1974 ia mendemonstrasikan tumor tikus secara kasar dengan citra MRI dan tahun 1976 menghasilkan citra tubuh manusia dengan memerlukan waktu pemeriksaan 4 jam. Tahun 1977 bersama Paul Luterbur menyempurnakan dan resmi menjadi salah satu instrumen pencitraan medik.

PRINSIP DASAR MRI
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya terdapat satu proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain.
Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya ( spin ) secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil ( Bar Magnetic ). Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah gelombang radio, ketika gelombang radio dimayikan ( turn off ) pasien memancarkan signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar. Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase fisika yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi.

FASE PRESESI
Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan ( netral ) dan proton yang bermuatan positif. Proton proton yang bersifat magnetic memiliki medan magnet yang mengarah pada 2 kutub ( utara dan selatan ) mirip
dengan sebuah magnet kecil ( sebagaimana yang telah dijelaskan ) sehingga proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “ Magnetic Dipole “. Pada atom dengan nomor atom genap, inti atom ( partikel elementer ) akan berpasang pasangan sehingga saling meniadakan efek magnetik masing masing dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk
dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Sebaliknya atom atom dengan nomor atom ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan magnetisasi, sehingga materi lain selain hydrogen ( dengan 1 proton pada intinya ) juga memungkinkan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan yang mengandung natrium ( NA 23- Proton 11 dan neutron 12 ), phospor ( NA 31 – 15 proton dan 16 neutron ) dan Potassium ( NA 39-19 proton dan 20 neutron ).
Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, magnetik dipole ( proton proton ) tubuh pasien akan searah ( parallel ) dan tidak searah ( antiparallel ) dengan kutub medan magnet pesawat. Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih inilah yang akan merupakan inti bebas ( tidak berpasangan ) yang akan membentuk jaringan magnetisasi. Berikut skema perbedaan kekuatan medan magnet terhadap terjadinya proton proton bebas pada setiap 2 juta dipole ;

0.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 3
1 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 6
1.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 9

Sebagai contoh dapat dikemukan sebagai berikut :
Misal pada pesawat MRI dengan kekuatan medan magnet 1,5 tesla dan ukuran
Voxel adalah 2 x 2 x 5 mm = 20 mm3 berarti volume isi adalah 0,02
ml. Jika yang diperiksa adalah unsur air ( H2O ) maka :
Massa relatif ( Mr ) molekul H2O adalah 18 ( O16 dan 2H1 ), dengan jumlah
mol atom hydrogen dalam air adalah 2 mol. ( sebab dalam 1 molekul air
terdapat 2 mol hydrogen ) sehingga kandungan partikel proton hydrogen dalam 1
molekul air adalah 2 x 6,02 x 1023. 6,02 x 1023 adalah bilangan avugardo.
Yaitu = ketetapan yang menyatakan terdapat 6,02 x 1023 partikel dalam 1 mol /
unsure. Berarti dalam 1 molekul air terdapat partikel proton hydrogen
sebanyak 2 x 6,02 x 1023 partikel proton. Dalam 1 voxel air terdapat 1,388 x
1021 total proton hydrogen.
Jika kekuatan medan magnet pesawat MRI adalah 1,5 Tesla maka akan diperoleh
jumlah proton bebas yang membentuk jaringan dalam 1 voxel air yaitu : 1,388 x
1021 x 9 / 2 x 106 = 6.02 x 1015 proton.


Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi ( lihat gambar )
Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya ( kekuatan medam magnet pesawat MRI ). Frekuensi presesi dapat dihitung berdasarkan rumus larmor berikut ini :
WO = Y . BO

Dimana : WO ( Omega Zerio ) = frekuensi presesi atau resonansi manetio
( 2,13 MHZ – 85 MHZ )
Y ( gamma ) = konstanta giromagnetik proton
( hydrogen 42,8 MHZ/Tesla )
BO = kekuatan medan magnet ( Tesla )
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi
FASE RESONANSI 
Mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton proton sangat mutlak untuk menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio ( RF ) yang akan dipancarkan untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk jaringan magnetisasi.
Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan mudah menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF) dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal ( L direction ) yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal ( Tegak lurus terhadap sumbu medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi transversal. Proton proton yang dapat dipengaruhi oleh gelombang radio hanyalah proton proton yang memiliki frekuensi presesi yang sama dengan frekuensi gelombang radio.
Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah transversal disebut sebagai fase resonansi.

FASE RELAKSASI 
Ketika proton proton hydrogen berada pada bidang transversal, akan menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik ( dikenal dengan MRI ) yang akan diterima oleh sebuah kumparan ( antenna ) penerima disisi pesawat MRI. Saat pancaran frekuensi radio dihentikan ( turn off ) proton proton secara perlahan lahan kehilangan energinya dan mulai bergerak meninggalkan arah transversal ( decay ) menuju kembali kearah longitudinal ( recovery ) sambil melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai SIGNAL MRI, fase ini disebut fase relaksasi.
Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali dalam arah longitudinal ( magnetisasi longitudinal ). T1 mencerminkan tingkat trnsfer energi frekuensi radio ( RF ) dari proton proton keseluruh jaringan sekitar ( Tissue-Lattice ) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah “ Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi dan kepadatan proton serta struktur kimiawi dari materi jaringan yang diperiksa ( Macromolecul enveiroment ). Jika T1 makin lama maka diperoleh signal yang makin besar.
Ketika pemberian gelombang radio 900 ( memutar proton proton ke arah transversal ) diperoleh signal dari arah transversal maksimum. Namun ketika RF 900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal awal maksimum berangsur angsur mulai berkurang ( Decay ). Awalnya presesi proton proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama ) namun secara perlahan satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut ( Dephasing ) disebabkan terjadinya interaksi masing proton dengan proton proton disekitarnya ( spin-spin interaction ). Interaksi spin spin merupakan suatu mekanisme tambahan yang dikonstribusikan oleh kenyataan bahwa medan magnetic eksternal dari pesawat MRI tidak betul betul
seragam ( homogen ) sehingga menghasilkan magnetisasi proton proton lokal yang tidak homogen ( local inhomogeneity ). Local inhomogeneity meningkatkan interksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat penurunan besarnya signal ( signal decay ) ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat adanya signal yang hilang ( loss of signal ). Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai T2 yang sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetic yang tidak homogen diberi symbol T2*.
Nilai T1, T2 dan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya dapat diperlihatkan pada kurva berikut :
Pada gambar ( A ) nilai T1 lebih cepat pada jaringan padat ( solid) dibandingkan cairan ( liquid ). Gambar ( B ) menunjukan defenisi T2 dan gambar ( C ) menunjukan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya.
Medan magnetic lokal yang tidak homogen mengakibatkan terjadinya gerakan presesi proton proton yang tidak seragam ( acak ) sehingga menyebabkan terjadinya saling interaksi diantara mereka dengan demikian tidak ada signal yang terdeteksi sehingga seolah olah ada kehilangan signal ( loss of signal ). Hadirnya T2* mempersepat signal menuju ke nol, oleh karena itu prosedur pemeriksaan MRI salah satunya adalah mengurangi atau menghilangkan efek T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang sebenarnya. Jika nilai T2 besar maka signal yang dihasilkan juga besar. Jadi proses deohasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang tidak homogen ( T2* ).

Ringkasan Prinsip Dasar Pemeriksaan MRI 
Secara ringkas dapat disimpulakan kejadian dan langkah – langkah pemeriksaan MRI sebagai berikut :
1. Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet pesawat MRI, proton proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada jaringan magnetisasi.
2. Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi magnetisasi proton posisi parallel dan anti parallel serta melakukan gerakan presesi.
3. Pemberian gelombang radio ( RF ) proton menyerap energi dari gelombang radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal ( Fase Resonansi ).
4. Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi ( kembali ke posisi awal ) dimana proton proton melepaskan energi berupa signal- signal elektromagnetik ( Signal MRI ).
5. Signal- signal diterima oleh sebuah koil antenna penerima.
6. Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi gambar.

Untuk memperoleh nilai T1 dan T2 yang tidak dipengaruhi oleh T2* dibutuhkan rangkaian pulsa khusus ( special pulse sequence ) yaitu : Saturation Recovery, Inversion Recovery, dan Spin Echo Sequence.

SIGNIFIKASI SIGNAL MRI 
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan signal MRI yaitu :
1. Medan Magnet Utama
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuatan medan magnet luar ( magnet pesawat MRI ) mempengaruhi jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi ( Proton-proton parallel yang tidak memiliki pasangan anti parallel ). Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka semakin besar pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang semakin besar pula.
2. Proton Density ( Chemical Shift dan Dimensi Jaringan )
Jika materi yang diperiksa memiliki kandungan proton yang besar maka akan semakin banyak pula proton-proton bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi dihasilkan jika dibandingkan dengan materi yang memiliki kandungan proton-proton lebih kecil pada kuat medan magnet yang sama. Pada dasarnya kandungan proton ini dalam pemeriksaan MRI tergantung pada kandungan ( kadar ) air yang merupakan salah satu material dari komposisi kimia penyusun jaringan yang diperiksa.
3. Waktu Relaksasi ( T1 dan T2 )
Waktu relaksasi terdiri atas T1 dan T2. jika T1 lama maka diperoleh jumlah signal yang semakin besar pula sebaliknya jika T2 lama diperoleh signal yang semakin kecil.
Berikut ini tabel hubungan T1 dan T2 terhadap bermacam-macam jaringan tubuh pada medan magnet 1 Tesla :
T I S S U E T1 ( mill second ) T2 (mill second )
Fat 180 90
Liver 270 50
Renal Cortex 360 70
White Matter 390 90
Splien 480 80
Gray Matter 390 100
Muscle 600 40
Renal Medulla 680 140
Blood 800 180
Cerebro Spinal Fluid 2000 3000
Water 2500 2500

4. Gerakan Fisiologi ( Flow Phenomena )


DASAR BIOLOGI RADIOTERAPI

INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH
      Interaksi radiasi dengan materi biologik diawali dengan terjadinya interaksi fisik, yaitu proses eksitasi dan / ionisasi.
      Elektron sekunder hasil dari proses ionisasi akan berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung
      Langsung : Bila penyerapan energi dari elektron langsung terjadi pada molekul organik dalam sel, seperti DNA.
      Tidak langsung : Bila terlebih dahulu terjadi terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel yg efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting.
      Interaksi fisikokimia tsb dapat menimbulkan kerusakan pada sel à efek biologik yg dapat diamati



A. Interaksi Radiasi dengan Molekul Air
      Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air  akan menghasilkan ion radikal à Radikal bebas ( H+ dan OH+)
      Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yg bebas, tidak bermuatan dan mempunyai sebuah elektron yg tidak berpasangan pada orbit terluarnya.
      Keadaan tsb diatas menyebabkan radikal bebas tidak stabil, sangat reaktif dan toksik thd molekul organik vital tubuh.
      Krn sebagian besar tubuh kita terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara tdk langsung.

B. Interaksi Radiasi dengan DNA
         Kerusakann pada DNA akibat radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur , putusnya ikatan hydrogen dll.
         Single strand break : Putusnya salah satu rantai DNA
         Double strand break : Putusnya kedua rantai DNA
         Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul. Kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula. Tetapi dalam kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga walau kerusakan dapat diperbaiki tapi tidak secara tepat atau sempurna sehingga menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda yang dikenal dengan mutasi.

C. Interaksi Radiasi dengan Kromosom
·         Kromosom terdiri dari dua lengan ( telomere ) yang dihubungkan satu sama lain dengan suatu penyempitan yang disebut sentromer.
·         Radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan baik pada jumlah maupun pada struktur kromosom yang disebut Aberasi Kromosom.
·         Aberasi kromosom yang mungkin timbul adalah delesi, yaitu patahnya fragmen kromosom yang tidak mengandung sentromer, ring ( kromosom berbentuk cincin ), disentrik yaitu sebuah kromosom dengan dua sentromer dan translokasi yaitu terjadinya perpindahan atau pertukaran fragmen dari dua atau lebih kromosom.
·         Dari kerusakan kromosom tersebut kromosom disentrik ternyata hanya dapat terjadi akibat pajanan radiasi sehingga dapat dijadikan sebagai dosimeter biologic yang dapat diamati pada sel darah limfosit ( salah satu jenis sel darah putih ), sebagai sel yang paling sensitive terhadap radiasi.

D. Interaksi Radiasi dengan Sel
  • Kerusakan yang terjadi pada DNA dan Kromosom sel akan menyebabkan sel tetap hidup atau mati yang sangat bergantung pada proses perbaikan yang terjadi secara enzimatis.
  • Bila proses perbaikan berjalan baik dan sempurna dengan tingkat kerusakan sel yang yang tidak terlalu parah  à sel kembali normal.
  • Bila proses perbaikan tidak tepat, maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi tidak normal.
  • Bila kerusakan sel parah, dan perbaikan tidak berlangsung baik à sel menjadi mati.
  • Sel yang paling sensitive adalah sel dengan tingkat proliferasi yang tinggi ( aktif melakukan pembelahan ).

EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH
Perubahan fungsi sel atau kematian dari sejumlah sel menghasilkan suatu efek biologic dari radiasi yang bergantung pada jenis radiasi, dosis, jenis sel dan lainnya.

Proses efek radiasi :
1.    Proses fisik à Ionisasi ( lepasnya electron )
2.    Efek kimiawi à Terbentuk radikal bebas
3.    Efek biologis à - sel mati
- Mutasi ( perubahan struktur DNA )
- sel hidup tetapi setelah beberapa kali membelah diri kemudian Mati.

 Klasifikasi Efek Radiasi
Ø  Efek Genetik : Efek radiasi yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terpajan radiasi.
Ø  Efek Somatik : Efek Radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpajan radiasi.
Bila ditinjau dari dosis radiasi, maka efek radiasi dapat dibedakan atas :
Ø  Efek Determistik ( non stokastik ) : Akibat dari proses kematian sel karena pajanan radiasi yang merubah fungsi jaringan yang terpajan.
    à  Dapat terjadi bila dosis yang diterima melebihi dosis ambang
Ø  Efek Stokastik : Efek yang terjadi akibat terjadinya proses modifikasi atau transformasi pada sel dan terdeteksi secara statistic.
à  Tidak ada dosis ambang
à  Muncul setelah masa laten yang lama
à  Tingkat keparahannya tidak bergantung pada dosis

Bila dilihat dari waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatic, maka dapat dibedakan :
Ø  Efek Segera : Kerusakan yang secara klinis sudah dapat diamati dalam waktu singkat.
Ø  Efek Tertunda : Efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama ( bulanan – tahunan ).

PENGARUH RADIASI TERHADAP SEL KANKER
Efek radiasi terhadap sel kanker pada prinsipnya ada dua, yaitu:
Ø  Kematian sel langsung atau lethal damage.
         Dengan pemberian sejumlah radiasi, menimbulkan kerusakan langsung terhadap DNA dari sel yang tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga sel yang terkena tersebut menjadi mati.
Ø  Kematian sel tak langsung atau sub/potentially lethal damage.
      Dalam hal ini kematian sel lebih lambat oleh karena kerusakan membran sel dan akan berlanjut dengan kematian sel juga setelah pemberian radiasi berikutnya.
Terkait dengan siklus sel, maka radiasi sangat sensitif pada tahap Poliferasi yang tinggi atau sel-sel yang bersifat embryonal.
Radiasi juga sangat terpengaruh oleh kadar oxygen dari tumor.
Kadar oxygen yang tinggi memberikan respon yang lebih baik.

Efek Samping Radiasi:
Efek samping radiasi sangat bervariasi terhadap berbagai organ tubuh manusia dan sangat bergantung kepada:
Ø  Besarnya dosis yang diberikan, baik fraksinasi maupun totalnya.
Ø  Luas lapangan radiasi.
Ø  Organ-organ yang ada pada lapangan radiasi, terutama organ sensitif.
Dari gejala yang muncul efek samping radiasi dapat berupa gejala umum seperti:
Ø  Mual sampai muntah.
Ø  Pusing.
Ø  Kelemahan.
Ø  dsb.
Lebih sering bersifat lokal dan tergantung reaksi organ / jaringan dalam lapangan radiasi
Ø  Kulit : Hiperemis,hiperpigmentasi,dermatitis sampai terberat terjadi nekrosis jaringan.
Ø  Kulit kepala : Alopesia ( kerontokan rambut ), kerusakan kelenjar keringat
Ø  Mukosa mulut : Menjadi kemerahan, stomatitis ( Sariawan )
Efek samping sesuai organ yang diradiasi :
Ø  Head and Neck : Stomatitis,xerostoma ( mucosa mulut kering ), kerusakan gigi dan caries dan osteoradionecrosis ( kematian / kerusakan sel tulang karena radiasi ).
Ø  Pelvis : Diare, cystitis, vaginal stenosis dan kerusakan ovarium.
Ø  Otak : Edeme cerebral ( pembengkakan jaringan otak ), alopesia, dan perubahan tekstur rambut dan warna.
Berdasarkan Waktu Terjadinya:
Efek samping radiasi dapat terjadi secara: -   acute
-      sub acute
-      lambat / late effect
Ø  Efek Acute
Terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah pemberian radiasi. Organ yang  sensitif untuk reaksi acute ini adalah:
-          Sumsum tulang
-          Ovarium
-          Testis
-          Kelenjar getah bening
-          Mukosa mulut
-          Kelenjar liar, dll.

Ø  Efek Subacute
Terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah radiasi, organ yang sensitif untuk reaksi ini adalah:
-          Paru
-          Liver
-          Ginjal
-          Jantung
-          Medula Spinalis
-          Otak

Ø  Efek Lambat / Late Effect
Terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah radiasi selesai diberikan, dapat muncul pada organ-organ:
-          Pembuluh darah
-          Kelenjar Thyroid
-          Kel. Hypophyse
-          Payudara
-          Tulang, dll
RADIOBIOLOGI : Ilmu yang mempelajari efek biologic yang terjadi karena interaksi radiasi dengan materi biologic.
Perlunya ilmu radiobiologi dalam radioterapi adalah untuk mengetahui :
- Apa yang akan terjadi bila sel sehat terkena radiasi.
- Apa yang akan terjadi bila sel kanker terkena radiasi.
- Apa yang akan terjadi bila Tumor Dose dengan nilai tertentu diberikan dan berapa persen sel yang mati.
- Untuk menentukan teknik radiasi à berkaitan dengan siklus sel

Hal –hal  yang mendasari ilmu radiobiologi adalah :
1. Sensitivitas jaringan terhadap radiasi (Hukum Bergonie Tribondeau)
Ø  Oksigenisasi jaringan: kadar O2 tinggi berkaitan dg kepekaan. (OER= oxygen enhancement ratio)
Ø  Diferensiasi jaringan(baik; sedang; buruk: makin buruk diferensiasi, tumor makin peka thd radiasi)
Ø  Asal jaringan: embrional lebih peka terhadap radiasi
  1. Bila tumor tumor yang terdiri atas sel sel yang berproliferasi memperoleh radiasi akan terjadi sterilisasi dari sebagian sel tersebut. Di samping itu akan terjadi pula proses penyembuhan pada sel yang masih hidup. Penyembuhan berlangsung antara 2 fraksi radiasi
  2. Konsep 4R :   - Repair
 - Redistribution
 - Reoxygenation
 - Repopulation



REPAIR
- Cedera subletal mengalami reparasi komplit dalam beberapa jam setelah paparan. Sel berrespons lambat (jar.ikat, saraf,ginjal dsb) kurang mempunyai kesempatan memperbaiki diri dp yg berrespons cepat. Karena mekanisme reparasi yang lambat pd beberapa jenis sel maka waktu antar fraksi lebih baik 24 jam.
- Dosis besar radiasi mengaburkan kemampuan jaringan sehat untuk mengadakan reparasi, sehingga memperburuk efek lanjut yang terjadi. Karena itu radiasi eksterna paling baik diberikan secara terfraksi dalam dosis kecil yang diberikan dalam beberapa hari atau minggu. Sama dengan itu adalah HDR brakhiterapi diberikan dalam fraksi
- Repair sel tumor relative lebih lambat dari sel sehat.

REDISTRIBUTION
 Redistribusi sel dalam daur sel.  Sel bersifat peka pada perbatasan G1-S dan terlebih pada G2-M. Pengobatan terfraksinasi memungkinkan sel sel ini terdistribusi pada seluruh fase sel.

REOXYGENATION
 Pada radiasi pertama sejumlah sel dengan kadar oksigen cukup (oksik) yang terdapat pada permukaan akan mengalami kematian. Sel sel tumor mengalami kematian lebih banyak. Dengan kematian sejumlah sel ini maka pembuluh darah akan mengalami perbaikan sehingga bagian yang lebih dalam (hipoksik) akan memperoleh oksigen dan menjadi oksik à menjadi sensitive

REPOPULATION
- Sel sel yang berespons baik thd radiasi akan mengalami cedera segera. Sel sel yang survive akan mengalami repopulasi. Bila waktu antar fraksi diperpanjang (protracted) maka akan terjadi repopulasi yang lebih banyak.
- Bila siklus sel lebih pendek, maka sel akan membelah diri sebelum mendapat radiasi berikutnya.
- Setelah pemberian radiasi > 20 kali, dalam sel biasanya terjadi accelerated repopulation.


Konsep 4R menjadi landasan untuk penentuan fraksi radiasi.

Senin, 07 Oktober 2013

PENGENALAN PESAWAT CT SCAN
Computed Tomography (CT) ini pada awalnya digunakan dibidang medis untuk mendiagnosa atau menganalisa bagian dalam dari tubuh manusia tanpa menjalani operasi. Tabung sinar-x (x-rays tube) memancarkan sinar-x sambil berputar 360 menscanning tubuh manusia yang akan didiagnosa. Setelah data–data yang diinginkan sudah terkumpul maka diproses secara matematis dan diolah langsung dengan menggunakan komputer untuk tampilannya.. Dalam perkembangannya CT Scanner ini digunakan juga untuk menganalisa kondisi struktur penyusun bagian dalam batuan reservoar.
Sejak awal penggunaan CT Scanner dibuat standarisasi perlengkapan, yang digunakan secara umum, adalah:
1. Tabel handling yang dioperasikan secara manual pada sistem yang masih terkotak–kotak, maka harus dioperasikan secara otomatis dengan menggunakan motor control.
2. Gantry (komponen besar) yaitu pusat pengaturan scanning yang didalamnya terdapat komponen–komponen penunjang lainnya seperti sumber produksi sinar-x (x-ray tube), detektor dan sirkuit elektronik lainnya untuk tempat pengumpulan data.
3. Tegangan tinggi pada power supply untuk memberikan energi tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk penyinaran.
4. Sebuah komputer (pusat unit proses) yang digunakan untuk pemrosesan data, dengan kata lain untuk mengolah, menyimpan dan memanipulasi data pada tampilan gambar yang didapat.
5. Dan yang terakhir adalah sebuah operator console dan display console yang dilengkapi dengan keyboard dan memonitor jalannya pengoperasian alat tersebut.
Perkembangan awal CT Scanner yaitu dengan hanya menggunakan pencil beam tunggal yang mencitrakan secara membujur obyek saat detektornya berada pada kondisi berseberangan untuk proses penerimaan dan penyampaian data selama sumber scan dan detektor mengalami pergeseran dalam berbagai posisi sudut yang berbeda.
Perkembangan selanjutnya dari CT Scanner yaitu menggunakan fan beam dan rotating detector array. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penscanan dengan hasil data yang lebih akurat namun kekurangannya adalah diperlukan detector array yang cukup besar.
Selanjutnya CT Scanner berkembang dengan menggunakan sebuah sistem konfigurasi baru, yaitu perputaran sumber dan stationery detektor. Pada sistem ini detektor mengalami perputaran dan juga fan beam yang berasal dari tabung sinar-x, pada siatem ini terdapat kurang lebih 300 sampai 500 detektor dan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan generasi sebelumnya (kestabilan data akurat)
Idealnya sumber sinar-x terdiri dari monokromatik. Logaritma plot dari monokromatik sinar-x yang melewati sebuah obyek pada kerapatan yang sejenis adalah linear.
E
D
C
B
Monokromatik (linear attenuation)
A
Ln (I/Io)
Polykromatik (non linear attenuation)
X (ketebalan sample)
Gambar tersebut adalah gambar intensitas yang ditransmisikan dengan ketebalan obyek. Dari gambar dapat dijelaskan bahwa bagaimanapun juga kenyataan bahwa sinar-x adalah polikromatik (pada kurva dan titik ABCD) hanya saja pada titik BC mendekati linear bila diplot, sedang kurva AB tidak terlihat linear karena pengaruh dari fan beam.
Pada setiap perpotongan benda pada elemen atau obyek pada dasar penyusun adalah konstan. Biasanya elemen–elemen dasar dapat ditampilkan dengan dua dimensi pixel (picture element cell) pada akhir gambar yang ditampilkan di layar monitor, yang disimpan dalam format hitam putih atau pada spesifik warna tertentu.
Jika kita mengasumsikan koefisien untuk yang pertama adalah volume pada elemen atau obyek pada contoh obyek, maka didapat rumus untuk intensitas. Untuk volume pada sample :
I1 = Io . e-u1.I …………………………………………….(19.a)
I2 = I1 . e-u2.I ..………………………..…………...…….(19.b)
Dimana I adalah tebal dari volume sample atau elemen.
Dengan mensubstitusikan persamaan yang pertama didapat persamaan :
I2 = (Io e-u1) e-u2.I
= Io .e -I(u1+u2) ……………………….……………….…(20)
Persamaan ini akan berlanjut pada proses penscanan berlangsung pada tiap–tiap ketebalan sample atau objek (n):
In = Io .e -I(u1 + u2 + u3 + … + un) ……………………….……..(21)
dengan persamaan demikian maka diperoleh penjumlahan pengolahan ketetapan dari tiap–tiap volume elemen adalah :
u1 + u2 + u3 + … + un = -1/I ln In/Io ………………………….(22)
Didapat analisa kualitatif dengan menggunakan sinar-x bertujuan untuk mengetahui jenis unsur–unsur yang terkandung dalam suatu senyawa. Atom–atom suatu senyawa mempunyai level–level energi karakteristik yang berbeda. Karena perbedaan energi tersebut maka panjang gelombang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi unsur secara kualitatif.
Analisa ini relatif lebih sederhana dan dapat dilakukan dengan cepat karena radiasi fluoresensi yang dihasilkan sample merupakan radiasi karakteristik yaitu panjang gelombangnya sesuai dengan unsur yang terkandung pada sample. Kerja kualtitatif dapat diperoleh secara akurat dengan scanning otomatis pada seluruh spektrum.
Pencatatan dilakukan pada pada tampilan layar komputer, interpretasi dari spektrum yang tercatat dapat dengan mudah dilakukan yaitu dengan membandingkan hasil percobaan tabel panjang gelombang terhadap dua standar pada kristal analisator .
Sedangkan analisa secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui konsentrasi setiap unsur yang bersangkutan. Hal ini dimungkinkan karena intensitas fluoresensi yang berasal dari suatu sample akan berbanding lurus dengan fraksi elemen atom yang terkandung dalam sample tersebut, sehingga proporsional dengan konsentrasinya. Hal penting yang harus dilakukan dalam analisis adalah adanya efek matriks. Matriks adalah unsur–unsur selain analisis (unsur yang diselidiki). Efek matriks meliputi absorbsi dan pengkayaan. Pada saat radiasi sinar-x datang memasuki material/sample, sinar-x juga diserap unsur lain yang ada dalam material. Ketika radiasi flouresensi sinar-x keluar dari sample, terjadi penyerapan oleh unsur–unsur lainnya. Penyerapan radiasi datang terhadap fluoresensi sinar-x akan mempengaruhi besar intensitas unsur yang dianalisis. Efek matriks tersebut menyebabkan kurva menjadi tidak linear.
II.5.2 SISTEM KOMPONEN DAN FUNGSI
Perangkat keras (hardware) pada CT Scanner meliputi beberapa bagian, penjelasan secara khusus dan fungsi dari sistem komponen keras pada HD200 ini akan dijelaskan secara lengkap.
Perangkat keras dapat dibagi lagi sesuai dengan sub bagian dan spesifikasi sistemnya, hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Gantry
Obyek yang akan discanning diletakkan di gantry ini. Dimana gantry adalah suatu lingkaran yang seluruh bagian lingkarannya dipenuhi oleh 720 detektor. Gantry dibagi lagi menjadi tiga bagian yang saling mendukung, yaitu :
1. Gantry Tilt Controls
Gantry Tilt Controls adalah dimana lokasi yang berbentuk suatu kotak pada badan komponen berfungsi sebagai pengontrol gantry secara manual oleh operator untuk menghasilkan posisi sudut yang diperlukan sampai 20o kemiringan. Pada pengontrolan ini ada beberapa perintah, yaitu int lock (tilt interlock), FWD (tilt forward), back (tilt backward), laser, SHRT.
2. Patient Table Hand Controller
Patient Table hand controller terdapat pada bagian kanan atau kiri panel dari gantry yang dapat digunakan untuk mengontrol table pada proses scanning berlangsung.
3. Intercom / Breath – Hold Indicators
Intercom / Breath – Hold Indicators terletak dibagian atas belakang porsi dari celah gantry yang berfungsi sebagai sarana komunikasi antara peneliti dengan seseorang yang berada di operator console.
a. Power Box
Power box merupakan sebuah distribusi power dan membentuk fungsi control sistem yang bervariasi untuk menjalankan sistem dari fungsi gantry, tabung collimator sinar-x, filter, shutter dan table.
Yang akan berhubungan langsung dengan pengontrolan pada proses tersebut adalah sirkuit breaker yang lokasinya terletak dibelakang dari power box, tepatnya dibagian kanan bawah. Untuk menjalankan power box ini cukup menekan saklar ON, pada saat itu pula power memulai mengoperasikannya
b. High Voltage Control Cabinet
Alat ini berfungsi mensuplai power ke tabung sinar-x, teknik faktor dipilih dan ditampilkan pada operator console. Kumpulan atau ringkasan input dan output pengontrolan dan indikator dapat ditemukan didepan control panel. Alat ini terdiri dari :
1. Main And Control
2. Hours Of HV On Time Meter
3. High Voltage Control
4. Status Indicator
Pada indicator aktip akan terjadi :
1. Warm Up
2. Int Interlock Open
3. Ext Interlock Open
4. Timer Shutdown
5. Auto On – OFF Fault
6. MA Overload
7. KV Overlvolt
8. Filament Overload
9. Variac Setting Zero
10. Lamp Test
c. Patient Table
Standar dari Patient Table yang terdapat pada sistem Advent HD200 terdiri dari komponen pengontrolan yaitu :
1. Patient table controller, yang terdiri dari :
a. Hand Held Controller
mempunyai bagian atau perintah–perintah yang terdiri dari :
 Tranverse Potition Display
 Table ON
 Table Up
 Tranverse In (slow)
 Tranverse Out (slow)
 Tranverse In (fast)
 O Reset
 Grip Safety Switches
b. Stationary Table Controller
Mempunyai bagian – bagian perintah :
 Gantry Tilt Display
 Table Tranverse
 Up
 Down
 In Slow
 Out Slow
 In Fast
 Out Fast
 O Reset
 PNT Mark
 Interlock
c. Patient Table Accessories
II.5.3 Sistem Operasional
a. Operator Console
Operator console merupakan saarana korelasi dari interface kedalam sistem. Biasanya operator console ini menggunakan banyak variasi kontrol – kontrol yang terdapat didalamnya. Seseorang operator dapat melihat langsung semua sistem yang berfungsi selama pengoperasian apakah berjalan dengan normal. (gambar terlampir dalam lampiran).
Sebenarnya operation console ini terdiri dari kumpulan – kumpulan kontrol. Dimana kontrol – kontrol tersebut berlokasi dibeberapa bagian di komponen operator console tersebut. Bagian – bagian control tersebut dapat dibagi – bagi dalam bagian seperti berikut, yaitu: bagian kiri dari control panel (left scan control panel), bagian kanan dari control panel (right scan control panel), operator keyboard, operator keypad, image control panel, display monitors, various circuit breakers dan emergency stop switch. Bagian – bagian diatas akan dijelaskan lagi bagian – bagiannya.
1. Bagian Kiri Dari Kontrol Panel (Left Scan Control Panel)
Pada bagian ini berlokasi di samping bagian kiri dari monitor operation console dimana terdapat tombol – tombol pada bagiannya untuk menjalankan perintah – perintah control. Pada bagian control ini mencakup untuk menyeeleksi pada scan mode dan untuk menyeleksi various scan parameters. Bagian – bagian yang terdapat pada Left Scan Control Panel adalah :
 Intercom Controls
Intercom control ini berlokasi dibagian paling kiri dari Left Scan Control Panel dan biasanya berbentuk informasi – informasi untuk operator yang sedang menjalani scanning di gantry. Pada intercom controls ini memuat tombol – tombol atau perintah – perintah seperti berikut:
 Volume
 Gantry
 Display Console
 Talk
 Scan Controls
Scan controls berfungsi untuk mengatur bagian – bagian dari objek yang akan discan, scan controls ini berlokasi di tengah bagian dari Left Scan Controls. Scan controls mempunyai perintah – perintah yang berbentuk tombol seperti ini:
 Manual Select
 Deltaview
 Start Scan
 Pause Scan
 X- Ray On / Off Indicator
 Shutter Open / Close Indicator
 Number of Auto Scans Increase / Decrease
 Auto Table Increment (MM) Increase / Decrease
 Abort Scan
2. Bagian Kanan Dari Kontrol Panel
Pada control panel ini jelas berlokasi di kanan dari control panel yang biasanya digunakan untuk mensetting dari teknik radiography untuk scan yang berbentuk dari arus (mA), tegangan (kVp) dan lamanya waktu scanning berlangsung. Faktor yang mempengaruhi baik buruknya suatu hasil scan adalah source filter, scan diameter dan slice tehnis. Pada bagian ini pula ada tombol–tombol yang berbentuk perintah–perintah secara manual seperti:
a. Scan Time
b. MA
c. KVp
d. Source Filter
e. Scan Diameter (cm)
f. Slice Thickness (mm)
3. Operator Keyboard
Operator Keyboard ini untuk merespons sistem dengan menekan tombol – tombol dari keyboard yang tersedia. Bentuk – bentuk dari respons tersebut seperti memberi respons kepada objek yang akan discan, perintah memangggil sistem. Untuk perintah seperti ini, keyboard bisanya digunakan untuk perintah – perintah yang berbentuk manual. Ada beberapa tombol yang tersedia untuk meresponnya, seperti:
 Escape
 Control
 Exit Control Z
 Alpha And Lock
 Scroll
 Hold Screen
 Bs
 Nul
 Line Feed
 Return
 Del
 Break
Dan ada tombol – tombol khusus untuk mengetahui fungsi – fungsi tertentu pada pengendalian sistem seperti:
 Display 512 Images
 Display 256 Images
 Previous Patient
 Next Patient
 Intialize
 Help
 Window Center 1 and 2
 Peek
4. Operator Keypad
Operator Keypad terletak disebelah kanan dari operator keyboard. Pada operator keypad mengandung 15 push button otomatis yang dapat secara cepat melakukan eksekusi proses suatu sistem. Fungsi – fungsinya meliputi image expansion (EXPAND push button), Enabling Different Display Of Text (TEXT PUSH Button), Marking A Region Of Interest (REGION Push Button) dan lokasi operator keypad 4 bagian dan mempunyai masing – masing perintah antara lain :
a. Bagian Top Row, yang mempunyai tombol – tombol :
 Region
 Spatial Meansure
 Pan Mode
 Joystik Off
b. Bagian Second Row, yang mempunyai tombol – tombol :
 Label
 Expand
 Store
 Draw
c. Bagian Third Row, mempunyai tombol – tombol :
 Brief Directory
 Text
 Multi 4
 Multi Off
d. Bagian Bottom Row, mempunyai tombol – tombol :
 Catalog
 Long Short Form
 Previous Image
 Next Image
5. Image Control Panel
Image Control Panel biasanya digunakan untuk mengontrol arah / aspek yang ditinjau sebuah sample yang akan diteliti dan letaknya dasebelah kanan operator keyboard.
6. Display Monitor
Display ini terdirii dari dua buah jenis dengan ukuran monitor 12”. Pada operator console ada beberapa pemakaian penting yang digunakan pada monitor ini adalah :
a. Text Monitor
Text monitor ini terletak sebelah kiri dari operator console yang menunjukkan interaksi dari sistem software dan sistem hardware. Yang akan mengeluarkan tampilan program yang diinginkan oleh operator.
b. Image Monitor
Image monitor ini terletak di sebelah kanan operator console yang dapat menampilkan data yang diperoleh yang telah diolah oleh image processor secara visual dan dapat pula menampilkan tampilan data yang tersimpan pada storage tape.